Luhut Bicara Nasib Pemindahan Ibu Kota Negara di Tengah Pandemi Covid-19

Luhut Bicara Nasib Pemindahan Ibu Kota Negara di Tengah Pandemi Covid-19

Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, menyatakan bahwa pembangunan ibu kota baru 'tertunda' karena pandemi Covid 19, kemungkinan selama minimal 'enam bulan.' "Time table tentu saja sedikit tertunda karena pandemi Covid 19, mungkin selama enam bulan atau sekitarnya, kita tidak tahu, lihat nanti," ujar Luhut dalam sebuah webinar yang diselenggarakan oleh Jakarta Foreign Correspondents Club, Senin (10/08/2020). Namun, dengan ditundanya tahapan tahapan pembangunan di ibu kota baru karena pandemi, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, mengatakan bahwa rencana pemindahan ASN dan beberapa kementerian atau lembaga pemerintah pada 2024 "tidak realistis".

"Saya justru pesimis dan sebenarnya [timeline pemerintah] tidak realistis. Dengan kondisi seperti itu saja, kan butuh waktu sebenarnya, kalau itu dipercepat, ini justru akan menjadi bumerang, ini tidak akan menjadi contoh yang baik bagaimana merancang kota baru karya anak bangsa karena banyak prosedur prosedur yang harus dilakukan, tidak dilewati atau dipercepat, dibuat instan," ujarnya kepada BBC Indonesia via sambungan telpon pada Senin (10/08/2020). Sementara itu, Ahmad Heri Firdaus, pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengatakan bahwa pemerintah akan menghadapi 'tantangan' dalam mengalokasikan anggaran untuk pembangunan infrastruktur di ibu kota baru karena kelesuan ekonomi nasional dan global. "Sekarang ini defisit APBN kian diperlebar, bahkan lebih dari 5%, tapi nanti akan kembali lagi ke maksimal 3% pada 2023, ini suatu tantangan tersendiri bagaimana pemerintah bisa memberikan anggaran untuk alokasi belanja infrastruktur di daerah ibukota baru, sementara defisit harus ditekan kembali," jelasnya.

Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, mengatakan bahwa diskusi soal investasi asing untuk wilayah ibu kota baru, yang terletak di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kertanegara di Kalimantan Timur, 'sangat sedikit' karena kelesuan ekonomi global. "Mungkin dalam tiga, empat bulan terakhir, sangat sedikit [diskusi tentang investasi asing di ibu kota baru. Sekarang iniā€¦[minat] investasi asing langsung (FDI) dan lembaga kekayaan negara [sovereign wealth fund] rapuh, diskusi mendetail dengan Abu Dhabi harus menunggu sampai Omnibus Law disahkan," kata Luhut saat menjawab pertanyaan dari BBC Indonesia dalam diskusi virtual (10/08). "[Omnibus Law] semoga akan disahkan secepatnya, antara akhir bulan ini atau awal bulan depan, dari situ kita bisa melihat bagaimana diskusi dengan investor asing akan berlangsung."

Pemerintah telah menyebut bahwa total dana yang dibutuhkan untuk membangun ibu kota baru adalah sekitar Rp486 triliun. Dari angka itu, 54% direncanakan diperoleh dari kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU), atau sekitar Rp 265,2 triliun. Dana swasta juga diharapkan memenuhi sekitar 26% dari kebutuhan dana tersebut, sementara untuk dana dari APBN diperkirakan sebesar Rp93,5 triliun, atau 19,2% dari total dana. Pemerintah telah menyusun garis waktu untuk pembangunan ibu kota baru, sebagai berikut:

Namun, Luhut mengatakan time table itu akan meleset karena pandemi Covid 19. "Time table tentu saja sedikit tertunda karena pandemi Covid 19, mungkin selama enam bulan atau sekitarnya, kita tidak tahu, lihat nanti," ujar Luhut. Soal Omnibus Law, Luhut mengatakan bahwa pemerintah yakin produk undang undang tersebut bisa disahkan dalam waktu dekat.

"Tentu saja kami yakin, kami mengendalikan tujuh partai politik yang mendukung pemerintah, jika tidak yakin kami tidak akan mengajukan RUU Omnibus Law ke DPR," ujarnya. "Kebijakan pemerintah sederhana. Kami tidak akan merugikan buruh buruh di Indonesia, kami akan melindungi mereka, namun di saat yang bersamaan [buruh] juga harus melindungi investor. Kami akan menguntungkan kedua belah pihak," ujarnya. Menanggapi berita soal protes warga terhadap keberadaan tenaga kerja asing, terutama dari China, Luhut mengatakan bahwa hal itu terjadi karena adanya "beberapa politisi di Jakarta yang mengatakan hal hal buruk" terkait keberadaan tenaga kerja asing.

"Jika Anda bertanya kepada warga di Sulawesi, atau Bintan, mereka sangat senang sekarang. Seperti di Morowali, di mana kompleks industri baru selesai dibangun. Harga tanah di sana dulu hanya Rp20 ribu atau Rp30 ribu, sekarang harganya ratusan ribu rupiah [per meter persegi]. Jadi warga mendapat banyak uang. "Dan kini [pengusaha] mempekerjakan banyak orang Indonesia, yang ditempatkan di fasilitas asrama, mereka digaji Rp20, 30, 40 juta per bulan. Di Jakarta, beberapa politisi mengatakan hal hal buruk soal ini," ujar Luhut. Tenaga kerja Indonesia akan menggantikan para tenaga kerja asing tersebut, namun "butuh waktu", katanya.

"Ini bukanlah solusi yang bisa direalisasikan dalam satu malam, kami paham ini. Beberapa kritikus…saya tidak yakin mereka mengerti program ini." Penyusunan masterplan butuh waktu '1 2 tahun' Sebagaimana dipaparkan dalam garis waktu rencana pembangunan ibu kota versi pemerintah, tahun ini adalah tahun pembuatan master plan kota dan teknis pembangunan kawasan tersebut. Namun, menurut pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, untuk membuat master plan yang benar "bisa memakan waktu 1 2 tahun."

Sebelum menyusun master plan sebuah kota, peneliti dan pembangun perlu meneliti tanah, ketersediaan air bersih, dan kondisi lingkungan di sekitarnya, kata Nirwono. Untuk tes tanah, ia memperkirakan diperlukan waktu minimal satu tahun mengingat kondisi tanah di lokasi ibu kota baru yang berbukit bukit. "Kondisi dari tanah itu sendiri, itu perlu waktu, bahkan teman teman [ahli] geologi merekomendasikan minimal satu tahun untuk tes tanah, karena di pegunungan itu, untuk bisa dikembangkan jadi jalan atau bangunan, ini perlu waktu satu tahun karena perlu tes lapangan saat musim kemarau dan saat musim hujan. Jadi selama setahun itu dia tahu persis tentang kondisi tanahnya dulu," ujar Nirwono, yang melakukan survei di lokasi ibu kota baru pada Desember tahun lalu.

"Waktu saya survei masalah utama adalah justru air bersih. Warga di sekitar situ, juga bahkan di Kota Balikpapan kesulitan air bersih, dengan kondisi [tanah] yang tinggi itu, [perlu diketahui] mana pasokan air bersih terdekat dan bagaimana cara mengolahnya. Ada beberapa alternatif, seperti membangun bendungan, ambil dari air laut, dan itu perlu pengajian," jelasnya. Setelah lokasi sudah dipastikan benar benar layak secara teknis, Nirwono mengatakan pemerintah baru bisa merancang kawasan, seperti menentukan akses ke kota kota besar terdekat seperti Balikpapan dan Samarinda atau ke sarana seperti bandara dan pelabuhan. "Kalau saya bandingkan kemarin antara master plan pemenang sayembara juara 1,2,3 itu tidak mungkin semua diterapkan di lokasi tersebut karena semua desain yang dibuat cenderung menganggap bahwa lokasi tadi rata, agak datar. Dengan kondisi di lapangan yang berbukit bukit, bahkan di titik yang Presiden Jokowi jadikan titik nolnya, desain itu harus melakukan perubahan total.

"Jadi dalam konteks ini, untuk membuat master plan yang benar benar, itu bisa memakan waktu 1 2 tahun ke depan," paparnya. Nirwono Yoga mengatakan bahwa groundbreaking pembangunan ibu kota baru bisa dilakukan "paling realistis di akhir tahun 2021." "Paling realistis di akhir tahun 2021. Tahun 2021 perekonomian sudah mulai bergerak, sudah mulai bisa beradaptasi dengan pandemi, biarpun perlahan. Kemudian secara teknis persiapan yang dimulai pada tahun ini lebih pada survey, perencanaan dan sebagainya, sampai pertengahan 2021. Maka kalau itu dilakukan, paling lambat di 2021 akhir itu bisa memulai groundbreaking," ujarnya.

Meski demikian, ia tidak yakin bahwa ASN dari Jakarta bisa dipindahkan ke ibu kota baru pada 2024, atau sesuai rencana awal. "Kalau lihat dari skenario yang akan dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, pembangunannya lebih pada pembangunan infrastruktur dasar sebuah kota, misalnya jalan, saluran air, terus penerangan, itu saja. Artinya saya tidak yakin sampai dengan tahun 2024 ibu kota itu siap," jelasnya. Kementerian Keuangan bulan lalu telah mengatakan bahwa pemerintah tahun ini tidak membuat alokasi anggaran bagi pembangunan ibu kota baru karena adanya pandemi Covid 19.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani, pada Juni mengatakan bahwa anggaran pemerintah untuk pembangunan ibu kota baru akan ditentukan pada 2021, mengingat keterbatasan anggaran tahun ini. "Soal ibu kota negara, kami nanti akan lihat di nota keuangan 2021. Sekarang, fokus kami, seperti yang disampaikan adalah mengatasi Covid 19," ujar Sri Mulyani saat itu. Selain itu, belum adanya undang undang soal ibukota negara baru (IKN) juga menghambat pembangunan dan alokasi anggaran bagi ibu kota baru.

Ahmad Heri Firdaus, ekonom Indef, mengapresiasi langkah pemerintah dalam mengalokasikan anggaran bagi penanganan Covid 19. "Kalau saya lihat dari prioritas yang saat ini harus dilakukan, fokus pemerintah tentu saja ini adalah melakukan perbaikan, penyembuhan dan pengendalian virusnya, kemudian langkah langkah untuk menuju recovery ekonomi. Anggaran pemerintah kan terbatas, jangan pakai buat yang belum penting, tapi harus dipakai untuk yang paling mendesak dulu," ujarnya. Setelah pandemi usai, pemerintah dinilai perlu menyaring investor asing yang akan diajaknya dalam membangun ibu kota. Investasi asing harus "menghasilkan nilai tambah" bagi Indonesia, kata Ahmad.

"Misalnya dalam membangun infrastruktur, kita kaya akan barang pertambangan, makanya infrastruktur harus pakai local content. Selama ini kesepakatan kerjasama dengan pihak luar itu terlalu mengikat, misalnya, pihak asing ingin bangun jembatan tapi bahan bakunya harus dari negara tersebut, tenaga kerjanya harus dari negara tersebut, paling kita menyumbang bahan baku 20%,. "Itu terlalu mengikat dan ini tidak optimal proses penciptaan nilai tambahnya," ujarnya.

Uncategorized